Selasa, 07 Februari 2012

Jambangan, dari Kampung Kumuh Menjadi Asri dan Mempesona


Nama Jambangan berarti tempat bunga, vas, pot, atau guci. Dari arti itu, tak salah bila kondisi kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, berubah menjadi daerah yang dipercaya menjadi kampung wisata lingkungan.

Dari segi sejarah, nama Jambangan sangat terkait dengan nama Ketintang. Menurut beberapa informasi yang berhasil dihimpun, terhentinya sentra industri pande besi di Ketintang, karena peralatan untuk pande itu telah berpindah.

Salah satunya adalah jambangan atau yang dulu digunakan sebagai tempat air untuk mendinginkan besi yang sudah ditempa. Jambangan ini terlempar ke daerah persawahan dan sungai yang jaraknya tak jauh dari Ketintang.

Sejak saat itulah, daerah ini disebut Jambangan. Kondisi wilayah Jambangan saat ini mayoritas permukiman dengan masih menyisakan sedikit lahan pertanian berupa sawah sekitar 10 persen.

Kelurahan ini baru berkembang sekitar tahun 1970-an saat banyak warga dari tengah kota Surabaya dan Gresik berpindah tempat tinggal di daerah ini. Dulunya daerah ini, termasuk dalam wilayah Jabakota (luar kota) Surabaya yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Gresik.

Sejak Tahun 1960-an, wilayah ini bersama wilayah Kecamatan Tandes, Wiyung, Lakarsantri, dan Karangpilang bergabung dengan Kota Surabaya. ”Karena itulah banyak warga pendatang yang kemudian bermukim di wilayah ini,” ujar H Subandi, 76, salah seorang warga Jambangan Gang III.

Karena banyaknya pendatang, membuat permukiman yang baru dibangun apa adanya. Tidak ada permukiman yang sejajar. Bahkan karena berdekatan dengan wilayah industri di Karangpilang dan Sepanjang, banyak pendatang yang memilih bermukim di sepanjang Sungai Kali Surabaya yang melintas di daerah itu.

Dalam waktu singkat, jumlah pemukim meningkat dan membuat kampung itu ramai. Naas, kedatangan mereka tidak dibarengi dengan penataan lingkungan yang sehat. Hasilnya, terutama di wilayah setren kali, sekitar tahun 1960-an hingga 1980-an, sepanjang pinggir kali Surabaya dipenuhi sampah dan kakus semipermanen yang biasa disebut ”helikopter”.

Tak hanya itu, kampung warga juga gersang, kumuh, dan tidak terawat. Salah seorang warga yang kini telah almarhumah, Sriyatun Djupri, kemudian berinisiatif melakukan sosialisasi untuk menciptakan lingkungan bersih.

”Almarhum Bu Sriyatun ini berjuang mulai tahun 1973. Selama 35 tahun dia berusaha mengubah perilaku warga untuk tidak buang hajat di sungai. Usahanya itu berhasil dan membuahkan penghargaan Kalpataru untuknya pada tahun 2008,” jelas Henny Boedi Setiawan Paath, Kepala Kelurahan Jambangan.

Tak hanya itu, kader-kader almarhum Sriyatun pun mengembangkannya dengan berhasil membentuk kampung Jambangan sebagai kampung yang bertolak belakang dari kondisi sebelumnya. Menjadi kampung yang asri, bersih, dan sehat.

Di antaranya dengan tidak lagi membuang sampah dan hajat di sungai. Manajemen pengolahan sampah diterapkan. Pertama, dengan membuang sampah disesuaikan dengan jenisnya. Kedua diolah sesuai dengan kondisi sampah masing-masing, yaitu sampah basah diolah menjadi kompos, dan sampah kertas didaur ulang menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Ketika memanfaatkan kompos hasil sampah tadi untuk pupuk tanaman, yang berimbas pada banyaknya warga yang melakukan penanaman. Bila kondisi lahan sudah berkurang, maka tanaman ditanam di pot.

Hasilnya selama 10 tahun terakhir, membuat kampung Jambangan menjadi asri.
Sedangkan sampah kering didaur ulang menjadi sesuatu yang bermanfaat. Di antaranya dengan kerajinan tangan.

Salah satunya dilakukan Riris Abdul Rofik, warga Jambangan IIA. Dia memanfaatkan sampah bungkus plastik menjadi aneka ragam bentuk kerajinan tangan. Mulai dari taplak, payung, jaket, aneka macam bentuk tas, hingga suvenir cantik dari bahan botol plastik.

Tak hanya itu, usaha berbasis lingkungan meningkat dengan adanya pengolahan limbah air rumah tangga. Limbah air rumah tangga yang berasal dari air mandi, air bekas cucian, didaur ulang melalui suatu sistim beberapa bak penyaring dengan memanfaatkan saringan sabut kelapa, batu kerikil, dan zat yang mengandung bakteri anaerob yang bisa mengambil bakteri.

Hasilnya, limbah rumah tangga yang biasanya langsung dibuang ke sungai itupun tidak lagi sia-sia

”Airnya bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman atau kebutuhan lain,” lanjut Boedi.

Soal fasilitas kakus, seluruh rumah diwajibkan memiliki kakus masing-masing dengan memiliki tempat penampungan yang sudah sesuai standar.

Sementara bagi yang kesulitan atau tidak mampu, disediakan kakus umum yang dibuatkan oleh pemerintah setempat dengan pengelolaan warga sekitar. Tak hanya kakus, tapi juga bersinergi menjadi MCK (Mandi Cuci Kakus, red).

Dulang Penghargaan

Keberhasilan itu membuat Kelurahan Jambangan selalu mendapatkan penghargaan dalam lomba-lomba yang berkaitan dengan lingkungan.

Bahkan kini telah meningkat menjadi daerah pengolahan lingkungan yang menjadi percontohan bagi masyarakat lain.

”Tak hanya dari Surabaya, tapi juga banyak dari luar kota bahkan luar pulau yang mengunjungi kelurahan kami untuk belajar manajemen lingkungan,” ungkap Boedi.

Hal itulah yang kemudian membuat kampung Jambangan menjadi kampung wisata lingkungan.

Menurut Boedi, di antara kampung yang sering mendapat kunjungan adalah kampung di wilayah RW 1, RW 2, RW 3, dan RW 5.

RW 1 menjadi ajang pembelajaran dan percontohan bagi pemanfaatkan sampah kering menjadi kerajinan tangan dengan kader utama Riris Abdul Rofik yang menggunakan nama kelompoknya W-Queen.

Kemudian RW 2, menjadi tempat pembelajaran dan percontohan pengolahan sampah kering dengan bentuk kerajinan tangan berupa bahan asal kulit telur. RW 3, pengolahan dan percontohan pembuatan kompos dari sampah basah, dan RW 5, pengolahan air limbah setren kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar